Selasa, 22 Januari 2019

Optimalisasi Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Guna Membangun Generasi Emas Indonesia di Era Kebebasan Informasi

Pendahuluan
Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi saat ini sangat pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap informasi. Bahkan bagi beberapa kalangan, informasi telah menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Informasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan yang tepat[1]. Selain itu, informasi juga dapat memperkaya pengetahuan seseorang mengenai hal yang dipelajarinya.
Perkembangan teknologi informasi telah membawa masyarakat menuju ke era kebebasan informasi, era di mana informasi dapat diakses oleh siapa saja dengan menggunakan berbagai media yang ada. Arus informasi yang deras menyebabkan hilangnya sekat antar daerah atau negara. Peristiwa mengenai bencana alam di suatu negara, misalnya, dapat segera diketahui oleh negara lain dengan mudah berkat adanya media informasi.
Salah satu media informasi yang sering digunakan adalah internet. Indonesia sendiri berada di peringkat ke-8 negara pengguna internet terbanyak di dunia pada tahun 2014 dengan jumlah mencapai 82 juta orang dan 80 persen di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun[2]. Kalangan remaja banyak menggunakan internet untuk mencari informasi yang berkaitan dengan tugas-tugas sekolah, berkomunikasi dengan teman, hingga mencari hiburan yang diinginkan.
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi bagaikan dua mata pisau. Selain memiliki manfaat yang signifikan, internet juga memiliki dampak negatif, khususnya bagi kalangan remaja. Pornografi, penipuan, dan cyber bullying adalah beberapa contoh efek negatif dari penggunaan internet. Semua permasalahan tersebut harus segera ditangani secara serius, sebab dikhawatirkan dapat mempengaruhi perilaku remaja yang cenderung masih labil.
Untuk meminimalisir dampak negatif di atas, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan karakter yang berbasis budaya kepada kalangan remaja. Generasi muda saat ini merupakan tonggak penerus dan cerminan bangsa, sehingga ke depannya diharapkan dapat menyikapi perkembangan teknologi informasi dengan bijak.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter berbasis budaya dan bagaimana cara mengimplementasikannya ke generasi muda Indonesia.
Isi
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berasal dari gabungan dua kata, pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah proses memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi dapat juga terjadi secara otodidak[3]. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses internalisasi budaya ke dalam diri individu dan masyarakat sehingga menjadi beradab[4]. Pada lingkup nasional, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[5].
Istilah karakter berasal dari kata dalam bahasa Yunani Kuno charaktêr, yang berarti suatu tanda yang diukir di atas koin[6]. Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya[7]. Karakter juga didefinisikan sebagai sikap, tabiat, akhlak, dan kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis[8].
Adapun definisi pendidikan karakter menurut para ahli, di antaranya adalah sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan nilai-nilai etis. Ada tiga unsur pokok dalam pendidikan karakter, yaitu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan melakukan kebaikan[9]. Selain itu, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai tempat bagi individu untuk dapat menghayati nilai-nilai yang dianggap layak diperjuangkan, baik, dan luhur secara bebas sebagai pedoman bertingkah laku bagi kehidupan pribadi terhadap diri sendiri, sesama, maupun Tuhan[10].
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai pendidikan karakter di atas, maka secara sederhana dapat diartikan bahwa pendidikan karakter adalah upaya untuk membentuk sikap, akhlak, atau kepribadian yang beradab melalui pengajaran, pelatihan, dan penelitian ke dalam diri individu dan masyarakat. Pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan, karena budaya sendiri merupakan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan cenderung sukar diubah. Budaya adalah cara hidup, terutama kebiasaan dan kepercayaan umum, dari sekelompok orang pada waktu tertentu[11]. Dengan demikian, pendidikan karakter berbasis budaya adalah upaya untuk membentuk sikap, akhlak, atau kepribadian yang beradab melalui pendidikan yang menerapkan metode internalisasi kebudayaan atau cara hidup yang telah menjadi kebiasaan bagi suatu individu atau masyarakat.
Dampak Negatif Penggunaan Internet
Pada bagian pendahuluan telah sedikit dipaparkan mengenai dampak negatif penggunaan internet.  Pornografi, penipuan, dan cyber bullying merupakan beberapa masalah yang sering muncul dan menimpa kalangan remaja.
a.   Pornografi
Tingkat pornografi di Indonesia sudah memasuki keadaan darurat. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan pada tahun 2013 sekitar 97 persen dari 4.500 anak usia remaja terpapar pornografi[12]. Internet memang memudahkan seseorang untuk mengakses konten pornografi secara bebas dan di mana saja. Hal ini menimbulkan terjadinya banyak kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para remaja, seperti pemerkosaan terhadap sesama remaja yang lain bahkan anak kecil.
b.   Penipuan
Media sosial adalah salah satu sarana yang paling sering digunakan dalam kasus penipuan. Adanya dunia maya memungkinkan seseorang untuk menyamar menjadi orang lain. Beberapa contoh kasus penipuan yang dilakukan para remaja di media sosial, misalnya menggunakan akun palsu untuk mendapatkan uang dari teman yang baru dikenalnya, bahkan untuk mencari target pelampiasan seksual.
c.   Cyber Bullying
Bullying dalam bahasa Indonesia berarti mengintimidasi atau mengganggu orang yang yang dianggap lemah, baik secara verbal maupun fisik. Pada umumnya, bullying dilakukan jika bertemu dengan target. Namun, dengan adanya internet, tindakan bullying dapat dilakukan tanpa harus bertemu satu sama lain.
Tindakan bullying tersebut dinamakan cyber bullying. Cyber bullying adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk melecehkan dan menyakiti seseorang melalui dunia maya, seperti menulis komentar bernada tidak sopan di media sosial, menyebarluaskan gambar telanjang seseorang, dan lain-lain[13]. Di Indonesia, kasus cyber bullying sendiri kurang familiar di masyarakat karena para korban jarang menceritakan masalah tersebut ke orang tua atau keluarga yang masih awam mengenai media sosial. Namun, jika hal ini dibiarkan berlarut, maka akan dapat menyebabkan hancurnya psikologis seseorang, terutama remaja yang kondisi kejiwaannya masih labil, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perbuatan yang tidak diinginkan, seperti bunuh diri akibat malu.
Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Budaya
Berdasarkan permasalahan di atas, pendidikan karakter berbasis budaya sangatlah penting untuk dikenalkan kepada generasi muda. Orang tua, guru, dan pihak terkait yang peduli terhadap isu remaja menjadi oknum-oknum yang bertanggung jawab terhadap pengenalan pendidikan karakter berbasis budaya ini.
Orang tua adalah pemegang peranan penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Apabila orang tua dapat menunjukkan contoh yang baik, maka dapat dipastikan anak tersebut tumbuh dengan karakter yang baik pula dan sebaliknya.
Guru pun tidak kalah memegang peranan penting dalam pembentukan karakter anak didiknya. Keberhasilan pendidikan bergantung pada mediator pendidikan paling utama yang tidak lain adalah guru. Guru pada dasarnya menjadi faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Setiap perbincangan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar, sampai output dari usaha pendidikan selalu mengarah kepada guru[14].
Adapun pihak terkait yang peduli terhadap isu remaja dapat mengenalkan bagaimana konsep pendidikan karakter berbasis budaya terhadap generasi muda. Hal kecil yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan penyuluhan bagaimana cara menggunakan internet dengan baik dan benar sembari mengenalkan kebudayaan setempat yang sesuai dengan tujuan pendidikan karakter yang ingin diperkenalkan.
Dengan demikian, apabila ketiga oknum di atas dapat menjalankan perannya dalam mengenalkan pendidikan karakter berbasis budaya seoptimal mungkin, maka bukanlah hal yang mustahil untuk membangun generasi emas di Indonesia yang mampu menyikapi perkembangan teknologi informasi dan menggunakannya sebagai alat untuk mengembangkan diri.
Penutup
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan di atas adalah :
1. Pendidikan karakter berbasis budaya adalah upaya untuk membentuk sikap, akhlak, atau kepribadian yang beradab melalui pendidikan yang menerapkan metode internalisasi kebudayaan atau cara hidup yang telah menjadi kebiasaan bagi suatu individu atau masyarakat.
2. Pendidikan karakter berbasis budaya sangat penting untuk diimplementasikan ke generasi muda melalui peranan orang tua, guru, dan pihak-pihak terkait yang peduli dengan isu remaja. 

Daftar Pustaka:
[1]  Bodnar, George H. dan William S. Hopwood. 2000. Sistem Informasi Akuntansi Jilid Satu (terjemahan Amir Abadi Yusuf dan Rudi M. Tambunan). Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
[2] Kominfo. 2014. Kemkominfo : Pengguna Internet di Indonesia Capai 82 Juta. https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3980/Kemkominfo%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+Capai+82+Juta/0/berita_satker. Diakses pada tanggal 27 Maret 2016.
[3] Dewey, John. 1994. Democrasy and Education. California : The Free Press.
[4] Albertus, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern. Jakarta : PT. Grasindo.
[5] Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sekretariat Negara.
[6] Timpe, Kevin. 2007. Moral Character. http://www.iep.utm.edu/moral-ch/. Diakses pada tanggal 27 Maret 2016.
[7] Anonim. 2008. Karakter. http://kbbi.web.id/karakter.Diakses pada tanggal 28 Maret 2016.
[8] Majid, Abdul, dan Dian Andayani. 2010. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Bandung : Insan Cita Utama.
[9] Lickona, Thomas. 1992. Educating For Character : How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York : Bantam Books.
[10] Albertus, Doni Koesoema. 2010. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta : PT. Grasindo.
[11] Anonim. 2015. Meaning of Culture. Cambridge English Dictionary.
[12] Anonim. 2013. 97 Persen Remaja Pernah Nonton Video Porno. http://m.tempo.co/read/news/2013/11/08/173527978/97-persen-remaja-pernah-nonton-video-porno. Diakses pada tanggal 28 Maret 2016.
[13] Anonim. 2016. Cyber Bullying Law & Legal Definition. http://definitions.uslegal.com/c/cyber-bullying/.Diakses pada tanggal 28 Maret 2016.
[14] Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar