Senin, 26 Februari 2018

Dua Anak (Belum) Cukup

Di era milenium ketiga saat ini, program Keluarga Berencana (KB) makin gencar disosialisasikan oleh pemerintah. Apa itu program KB? Menurut situs Wikipedia, Keluarga Berencana adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Eits, kelahiran kok dibatasi? Apakah kalau memiliki banyak anak akan mengundang banyak masalah? Mari kita bahas dari dua perspektif yang berbeda.
Untuk golongan yang pro, program KB dianggap sangat membantu. Program yang berlandaskan pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera ini memiliki banyak manfaat, di antaranya ditinjau dari segi kesehatan ibu dan ekonomi keluarga. Si ibu akan terlindungi dari kanker uterus dan ovarium dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi serta menurunkan angka kematian maternal dengan adanya perencanaan kehamilan yang aman, sehat, dan diinginkan. Selain itu, Program KB juga membantu perencanaan kehidupan berkeluarga yang baik sehingga dapat mencapai keluarga berkualitas yang memiliki generasi handal untuk melanjutkan pembangunan.
Iklan-iklan KB memiliki jargon andalan, yaitu “Dua Anak Cukup”. Logo KB pun menggambarkan hal yang sama. Bagi pasangan yang memang merencanakan ingin memiliki dua anak, haruslah disertai dengan niat yang baik, seperti mengatur jarak di antara dua kelahiran dan menjaga keselamatan jiwa, kesehatan, maupun pendidikan anak-anak. Jangan karena takut miskin, takut pekerjaan terganggu, atau takut tidak bisa mendidik anak-anak maka program KB dijadikan jalan keluar. Anak termasuk rezeki juga, kan?
Karena anak termasuk rezeki, maka ada istilah “banyak anak, banyak rezeki”. Istilah inilah yang menjadi jargon bagi golongan yang kontra dengan program KB. Mereka menganggap program KB yang bertujuan membatasi kelahiran sama saja dengan membatasi rezeki. Golongan yang kontra ini merujuk dari segi agama. Menurut Q.S. Al-Isra' ayat 31, Allah SWT. mengharamkan membunuh anak-anak karena takut miskin dan rejeki sudah dijamin ada pada tiap-tiap anak dan orang tua. Selain itu, Rasulullah SAW. sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan yang sangat banyak, tentunya bukan asal banyak melainkan berkualitas.
Salah satu tokoh yang kontra dengan program KB adalah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Beliau mengatakan bahwa satu atau dua anak tidaklah cukup. Untuk membuat suatu bangsa lebih kuat, diperlukan populasi yang lebih dinamis dan lebih muda. Program KB dinilainya merupakan suatu pengkhianatan, di mana kontrasepsi beresiko menyebabkan seluruh generasi mengering. Satu kutipan menarik yang dilontarkan beliau adalah “Satu (anak) berarti kesepian, dua sarana persaingan, tiga keseimbangan, dan empat berarti kelimpahan. Dan Allah mengurus sisanya.” Selain itu, Erdogan juga menegaskan bahwa dengan diberhentikannya program KB dapat menunjang jumlah penduduk Turki yang bisa mengangkat Turki ke peradaban modern.
Memang, banyaknya jumlah penduduk dapat meningkatkan kualitas suatu bangsa. Lihat saja negara Tiongkok. Mereka tersebar di seluruh dunia dan negara-negara yang ada penduduk Tiongkok-nya pasti memiliki Kampung Tiongkok atau China Town. Begitu pula dengan produk-produk yang beredar di pasaran. Pasti ada yang bertuliskan “Made in China”. Jangan heran kalau sekarang Tiongkok sudah dianggap menjadi bagian dari kekuatan Asia di mata dunia.
Berdasarkan pemaparan dua sudut pandang di atas, dapat disimpulkan bahwa baik golongan yang pro dan kontra masing-masing memiliki landasan untuk mendukung pendapatnya. Kita dapat menentukan mana yang terbaik bagi diri kita sendiri dan janganlah terlalu kaku terhadap pendapat satu golongan saja. Misalkan, ketika merasa dua anak sudah cukup dan program KB pun dilakukan. Tiba-tiba si ibu menunjukkan tanda-tanda kehamilan, seperti mual. Anggap saja itu rezeki tambahan kalau tidak mau dibilang rezeki “yang tak diinginkan”. Kita juga tidak mungkin akan menolaknya, kan? Oleh karena itu, dua anak belum cukup jika kalimat “dua anak tidak cukup” terlalu kaku untuk digunakan.
Bagi para calon orang tua, hendaknya perihal mengenai perencanaan anak ini dapat dipertimbangkan sematang mungkin agar kelak generasi yang dilahirkan dapat berpartisipasi terhadap pembangunan negara. Adapun bagi yang sudah menjadi orang tua, entah memiliki satu-dua anak atau lebih, sangat disarankan untuk memberikan bekal berupa pendidikan moral yang baik dan doa untuk anak-anaknya agar dapat berperan dalam peningkatan kualitas bangsa.


»»  read more

Minggu, 18 Februari 2018

Treatments of Hearts and Minds for Better World

     In this era, there are many cases belong to the poor understanding of peace. For example, people around the world can see how Israeli soldiers keep beating Palestinian civilians because of land problems. Also ISIS or the Islamic State of Iraq and Syria spread their wings by killed many people who didn’t agree with ISIS belief. Those case showed that there are people in this world who still can’t respect the peace and make others being rest in peace. 
     However, each person should treats their hearts and minds to avoid situation like that. The first step can starts from the nearest environment, like family or  neighbourhood. In family, each person can make good relation with other relatives by respect their opinion and be grateful to have them as family. The second one is in school or work environment. Those environment are susceptive to bullying. Bullying should not exist because it can makes someone being depress and desperate. There are many cases of bullying that made some victims commit suicide to end their life. Also junior-senior system in college. Senior students tend to make absurd rules for their junior as honour for the senior. The rules can affect the mental of junior to be “slave” than respect to their senior. This system also should not exist because it is same with the slavery in past era. Each person has the same right to live their life by their own way. Last but not least, religious people should make good connection with their God because the hearts and minds are belong to Him.
     Three steps above are just suggestions to prohibit people from destroy the environment. This world is not belongs to the certain people. God created it for anyone or His slaves. So, by treat the hearts and minds, there will be no war in this moment again and peace can be everlasting.
»»  read more

Minggu, 11 Februari 2018

Jilbabku, Pengubahku

     Masa sekolah adalah masa yang paling membahagiakan dalam hidup. Masa sekolah adalah masa di mana pekerjaan yang ditahu hanya belajar dan bermain. Tidak ada keharusan untuk bekerja, walau hal ini tidak berlaku bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
     Masa sekolah yang paling membahagiakan buatku adalah ketika duduk di bangku SMP. Ketawa-ketiwi tidak jelas dengan teman-teman tiap hari, pulang sekolah sambil gila-gilaan neriakin orang sepanjang jalan, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh para ababil (ABG labil). Bisa disimpulkan saya termasuk golongan ababil pada masa itu. Untunglah kelabilan saya dan teman-teman tidak sampai mengikis norma kesusilaan seperti yang dilakukan oleh para ababil saat ini.
     Saya belum berjilbab pada saat itu. Pengetahuan tentang wajibnya berjilbab juga belum memadai. Walau teman-teman sekelas sudah ada yang berjilbab, namun mereka belum menjadi jilbabers permanen. Sering buka pasang ketika kegerahan di dalam kelas tanpa mempedulikan lawan jenis yang masih bercokol di ruangan. Alhasil, saya menyimpulkan bahwa jilbab hanyalah sekedar topi penutup rambut yang dapat dibuka kapan saja.
     Lambat laun, pandangan tersebut berubah. Berbekal pelajaran Agama Islam dan seringnya mengikuti acara keagamaan di sekolah, saya mulai menghormati teman-teman saya yang non-jilbabers permanen. Setidaknya, mereka satu tingkat ketaatannya di atas saya yang masih membiarkan aurat terlihat di mana-mana. Mungkin pengaruh belum berjilbab juga yang membuat saya menjadi ababil.
     Sejak saat itu, saya meniatkan diri untuk berjilbab selepas SMP. Alhamdulillah, niat itu terealisasi setelah MOS di SMA selesai. Kelabilan semasa SMP perlahan-lahan mulai menghilang. Mungkin karena faktor usia juga yang sudah boleh dikatakan menuju ke usia dewasa. Di SMA inilah saya mulai mempelajari lebih jauh tentang apa itu jilbab.
     Alhamdulillah, pengetahuan mengenai jilbab sudah ada sedikit demi sedikit. Saya menjadi jilbaber permanen di luar rumah. Begitu pula di dalam rumah ketika ada teman-teman yang datang untuk belajar kelompok, walau jilbab yang saya pakai kebanyakan masih di luar syar’i (jilbab sampai di leher).
     Hingga ketika saya kuliah dan mengikuti tarbiyah, saya mulai mengetahui konsep mengenai jilbab syar’i. Selama ini yang saya tutupi hanya sebatas bagian atas. Adapun bagian ke bawah belum tertutupi, dalam artian secara syar’i. Sebelum tarbiyah, saya sudah menggunakan jilbab yang agak panjang menutupi dada, tapi masih menggunakan baju yang sedikit ketat dan celana jeans.
     Alhamdulillah, setelah sering mengikuti tarbiyah perlahan-lahan saya mulai mengubah cara dalam berpenampilan dan berhias. Mengurangi pemakaian baju yang ketat, lebih sering menggunakan rok, dan tidak memakai parfum secara berlebihan. Dari segi perilaku alhamdulillah juga sudah bertambah kalem dan menjaga jarak dengan lawan jenis, walaupun masih sering bercanda berlebihan dengan yang bukan mahram.
     Sampai detik ini, saya masih dalam proses berjilbab syar’i. In syaa Allah dapat diterapkan secara total ke depannya. Jilbabku telah menjadi pengubahku, dari yang ababil (ABG labil) menjadi akabil (akhwat stabil) ☺



»»  read more

Minggu, 04 Februari 2018

Peneliti untuk Negeri

  Indonesia adalah nama suatu negara yang terletak di Asia Tenggara. Negara ini berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau. Letak Indonesia yang berada di persilangan benua dan samudera yang sangat strategis menyebabkan banyak orang-orang dari penjuru dunia mengunjungi negara yang menempati peringkat ke-empat penduduk terbanyak di dunia1
     Selain posisi yang sangat strategis, Indonesia banyak dikunjungi karena keindahan alam dan budayanya. Tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia memiliki ciri khas alam dan budaya tersendiri. Tidaklah mengherankan apabila orang-orang yang pernah mengunjungi Indonesia kembali lagi karena begitu banyaknya keindahan alam dan budaya yang belum sempat tereksplorasi oleh mata yang haus akan keindahan.
     Begitu banyak karunia yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada negeri kita yang tercinta ini. Sayang, tidak semua karunia yang diberikan itu disyukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Walaupun memiliki sumber daya alam yang melimpah, Indonesia kekurangan sumber daya manusia yang mampu mengolah sehingga banyak sumber daya alam yang terbiarkan begitu saja menunggu eksploitasi dari pihak asing yang ingin meraup untung di tanah surga ini.
   Kekurangan sumber daya manusia bukan dari segi kuantitas, melainkan dari segi kualitas. Kekurangan ini disebabkan oleh kecenderungan warga negara Indonesia hijrah ke luar negeri untuk berkarier dan akhirnya menetap di sana dikarenakan kesejahteraan hidup lebih terjamin dibandingkan berkarier di negeri sendiri. Sebagai contoh, gaji seorang guru SMA di luar negeri sebanding dengan gaji seorang dosen di negara ini, bahkan ada yang lebih. Selain itu, faktor sarana dan prasarana yang kurang menjadi hambatan untuk mencapai kualitas SDM yang baik.
     Akibat yang ditimbulkan dari fenomena di atas adalah Indonesia kewalahan untuk mengolah sumber daya alamnya sendiri yang begitu melimpah ruah sehingga mau tidak mau harus “minta tolong” kepada pihak asing. Indonesia “kehilangan” orang-orang pintarnya, termasuk di antaranya adalah para peneliti. Berdasarkan data LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), jumlah peneliti yang terdaftar di Indonesia saat ini hanya 8.000 orang dan yang masih berada di perguruan tinggi sekitar 16.000 orang. Jika dijumlah, total peneliti Indonesia hanya 24.000 orang atau 100 peneliti per satu juta penduduk. Jumlah itu sangat sedikit apabila dibandingkan dengan negara maju yang rata-rata memiliki 1.000 peneliti per sejuta penduduk. Bahkan, di Belarus saja, suatu negara kecil di Eropa, memiliki 3.600 peneliti per sejuta penduduk. Seharusnya, Indonesia memiliki 200.000 peneliti per sejuta penduduk jika dihitung dari data tersebut2. Jumlah yang wajar mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki banyak penduduk. Bisa dibayangkan jika kuota tersebut terpenuhi, Indonesia akan menjadi salah satu negara yang maju.
   Walaupun ada yang “melupakan”, ada pula yang “mengingat”. Para WNI yang menuntut ilmu di luar negeri dan berhasil menjadi orang yang sukses kembali ke tanah air untuk mengabdikan diri. Mereka mengaplikasikan ilmu yang didapatnya tanpa tergiur dengan gaji besar yang ditawarkan pihak luar untuk bekerja di sana.
   Dengan kembalinya orang-orang tersebut ke tanah air, sedikit demi sedikit Indonesia meniti langkah untuk menjadi negara yang maju. Hal tersebut merupakan salah satu kontribusi yang dapat diberikan untuk bangsa. Selain itu, dengan berprestasi di kancah seni, olahraga, akademik, maupun bidang-bidang yang lain juga termasuk kontribusi-kontribusi yang mengharumkan nama negeri ini. Masih ada kontribusi-kontribusi lain yang dapat diberikan selain yang telah disebutkan.
    Sebagai mahasiswa yang belum berbuat apa-apa bagi negeri ini, kita dapat memberikan kontribusi yang sederhana dengan membudayakan belajar, baca, dan tulis. Dengan membudayakan belajar, baca, dan tulis, akan banyak penduduk Indonesia yang tertarik ingin menjadi peneliti. Selain itu, akan lahir pula ide-ide cemerlang yang dapat diaplikasikan untuk kemaslahatan bangsa ke depannya. Aspek kognitif, dalam hal ini baca dan tulis, juga perlu dipadu padankan dengan aspek afektif dan psikomotorik agar dapat sukses3. Sukses dalam hal ini adalah dapat memberikan kontribusi yang nyata untuk bangsa. Dan dengan demikian, Indonesia dapat mewujudkan mimpinya untuk menjadi negara yang maju, salah satunya melalui tangan para peneliti.

Daftar Pustaka :

1.  Wikipedia. 2013. Indonesia. http://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia. Diakses pada tanggal 16 September 2013, pukul 20.20 WITA.
2.  Chandrataruna, Muhammad, dan Tommy Adi Wibowo. 2013. LIPI Bidik 250 Peneliti Baru di Indonesia. http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/439300-lipi-bidik-250-peneliti baru-di-indonesia. Diakses pada tanggal 16 September 2013, pukul 20.14 WITA.
3.  Ahmad Zain. 2011. Kesuksesan. http://www.ahmadzain.com/read/penulis/131/kesuksesan/. Diakses pada tanggal 18 September 2013, pukul 18:40 WITA.
»»  read more