Selasa, 08 Januari 2019

Kertas: Tak Lekang oleh Waktu

   Kertas merupakan kumpulan serat tanaman yang disusun menjadi suatu lembaran datar. Ia terbuat dari suspensi jaringan-jaringan tanaman di dalam air yang dikenal sebagai pulp atau bubur kertas. Sebagian besar pulp terbuat dari kayu, tetapi kertas daur ulang dan berbagai sumber tanaman lainnya, termasuk rami, kapas, rumput esparto, dan tebu juga dapat digunakan.
    Kertas dibuat pertama kali oleh seorang pejabat pengadilan Tiongkok yang bernama Cai Lun pada tahun 105 M. Bahan baku kertas kala itu adalah serat tanaman murbai. Bubur dengan jumlah yang sedikit diangkat menggunakan saringan persegi panjang yang terbuat dari selembar sutra berbingkai. Saringan tersebut lalu digoyang dengan lembut untuk menyebar ratakan serat-serat. Setelah air terkuras habis, lembaran kertas kemudian terbentuk dan dikeringkan di bawah sinar matahari.
     Teknik pembuatan kertas dirahasiakan selama lebih dari 600 tahun hingga para penakluk dari dunia Arab berhasil menguaknya. Mereka lalu menggunakan keahlian para pembuat kertas Tiongkok untuk mendirikan pabrik-pabrik di seluruh wilayah Muslim. Kemudian, bangsa Moor mengenalkan teknik pembuatan kertas di Eropa ketika menaklukkan Spanyol[1].
      Sejak itu, penggunaan kertas menyebar perlahan ke dunia barat. Dokumen kertas paling kuno di Eropa adalah “Mandat dari Adelasia”, yang ditulis pada tahun 1109 M dengan menggunakan bahasa Yunani dan Arab. “Mandat dari Adelasia” menjelaskan tentang Adelasia, ibu Raja Roger II dari Sisilia, bakal penerus Raja Roger I dari Sisilia, yang menyuruh para viscount (gelar kebangsawanan di Eropa yang merujuk pada kepala bagian administrasi dan yudisial) dari Castrogiovanni untuk melindungi Biara San Filippo Demenna. Dokumen tersebut tidak dianggap sebagai dokumen resmi, sehingga tidak menggunakan papirus yang lebih halus. “Mandat dari Adelasia” kini disimpan di Sisilia, Italia, dan masih memiliki segel lilin yang berwarna merah[2,3].
     Pusat produksi kertas terpenting di Eropa juga berada di Italia, tepatnya di kota Fabriano, wilayah Marche, pada abad pertengahan. Kota Fabriano menjadi pilihan karena lokasinya dekat dengan pelabuhan Ancona, sebuah pelabuhan yang sangat terbuka untuk berhubungan dengan para pedagang Arab. Pada awalnya, kertas diproduksi dari pakaian-pakaian bekas yang dikumpulkan dari para orang kaya. Setelah melalui proses yang cukup panjang, seperti penggunaan air dengan intensitas tinggi untuk pengolahan kertas maupun pengisian energi pada mesin, kertas lalu dijual. Kualitas kertas yang dihasilkan tergolong baik, akan tetapi penggunaannya dibatasi karena tingkat permeabilitasnya cukup tinggi (mudah menyerap cairan). Untuk mengatasi masalah tersebut, produsen kertas menggunakan lem yang diolah dari hewan. Lem ini berhasil membuat kualitas kertas jauh lebih baik [3,4] bahkan melebihi kertas yang kita gunakan saat ini yang bahan bakunya dari selulosa kayu.
    Kualitas kertas yang tinggi tersebut tentunya berperan dalam melestarikan sains dan literatur. Kita patut berterima kasih karenanya. Manuskrip pengetahuan buatan Leonardo Da Vinci, karangan mengagumkan “Decameron” dari Giovanni Boccaccio, “Komedi Ketuhanan” dari Dante Alighieri, atau kisah tragedi terkenal “Romeo dan Juliet” karya Shakespeare dapat kita baca hingga detik ini. Kita pun dapat merasakan amarah, benci, cinta, kasih sayang, dan berbagai macam ekspresi perasaan lainnya yang para penulis tuangkan di atas kertas, seolah-olah kita berada di masa yang sama.
    Kertas juga terbukti mampu menjadi perantara bagi manusia untuk mengutarakan perasaannya. Hampir semua manusia di dunia ini pernah menuliskan pesan atau surat untuk orang-orang terkasih. Sebut saja Jenderal Gabriele d’Annunzio, seorang penulis Italia, yang sering mengirimkan surat kepada Eleonora Duse, kekasihnya. Salah satu suratnya berisi I o sono infedele per amore, anzi per arte d’amore quando amo a morte (Aku tidak setia dalam mencinta, lebih tepatnya seni mencinta ketika aku mencintai kematian). Gabriele tidak hanya bertukar surat dengan Eleonora, namun dia juga mengirimkan berbagai surat kepada para kekasihnya yang lain. Surat-surat tersebut lalu ia bukukan ke dalam sebuah karya yang berjudul “Surat-Surat Cinta”[3].
   Selain itu, kertas bahkan dapat menjadi suatu karya seni. Menurut kepercayaan Shinto, kepercayaan tradisional di Jepang, jika orang yang kita sayangi sedang sakit, maka kita dapat mengobati mereka dengan membuatkan seribu burung bangau dari kertas origami. Burung bangau dipercaya dapat hidup selama seribu tahun. Cerita terkenal mengenai pembuatan seribu burung bangau (dalam bahasa Jepang disebut senbazuru) adalah tentang Sadako Sasaki, seorang gadis muda yang menderita leukimia akibat radiasi bom atom di kota Hiroshima. Ia mencoba untuk membuat seribu burung bangau demi menyembuhkan penyakitnya. Sayangnya, Sadako harus berhenti ketika burung bangau yang dibuatnya sudah mencapai 644 burung. Para sahabatnya kemudian menggenapkan jumlah burung bangau tersebut dan turut menguburkan semuanya bersama Sadako. Kini di Hiroshima, kita dapat melihat sebuah patung didirikan untuk mengenangnya yang dihiasi dengan ribuan origami burung bangau sebagai simbol perjuangan Sadako ketika melawan rasa sakit sekaligus simbol perdamaian dunia[5].
    Origami berbentuk hewan lainnya, contohnya katak, memiliki arti nasib baik atau kembali. Dalam bahasa Jepang, pengucapan kata katak sangat mirip dengan kata kembali, yakni kaeru. Origami katak biasa dibuat oleh geisha setelah menghibur patron kesayangannya, dengan harapan patron itu akan kembali. Selain geisha, istri-istri pelaut di Jepang juga membuat origami katak untuk diberikan kepada suami mereka sebelum bekerja di atas laut[3,6].
   Zaman sekarang, kertas digunakan sebagai media untuk menuliskan pesan maupun menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Kertas juga digunakan untuk semua jenis bahan cetak, mulai dari buku latihan hingga ensiklopedia. Selain itu, kertas diperlukan sebagai alat pembayaran. Namun, adanya teknologi seperti aplikasi perpesanan instan, buku elektronik, uang elektronik, dan lain sebagainya menyebabkan penggunaan kertas nampak tergerus. Akan tetapi, hal ini tidak terlalu berpengaruh secara signifikan. Menurut data dari The Paperless Project, konsumsi kertas di dunia malah semakin meningkat menjadi 400% dalam kurun waktu 40 tahun terakhir dengan 35% pohon-pohon telah ditebang untuk pembuatan kertas[7].
    Tingkat konsumsi kertas yang tinggi tersebut berakibat pada maraknya deforestasi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, yang dapat menyebabkan masalah-masalah ekosistem dan iklim. Ironisnya, kita sering menyelepekan eksistensi kertas yang selalu kita gunakan di rutinitas sehari-hari. Kita seharusnya menyadari bahwa kertas memiliki nilai penting karena ada suatu tanggung jawab besar yang dibawanya sebagai hasil dari proses produksi kertas itu sendiri.
    Berdasarkan hal di atas, kita akhirnya dapat memahami sekaligus merenungkan mengenai kertas yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kertas tidak hanya sebagai salah satu cara untuk mendokumentasikan pikiran, pengetahuan, maupun sejarah, melainkan juga sebagai bentuk representatif dari warisan peradaban manusia itu sendiri. Kita boleh mengatakan kita menemukan lebih dari dua ribu tahun sejarah kehidupan manusia di atas kertas. Kertas pun tidak hanya membawa kata-kata. Ia mampu membawa beragam cerita, emosi, fantasi, harapan, bahkan kekayaan. Oleh karena itu, mungkin kita dapat bertanya pada diri sendiri apa yang telah kertas berikan untuk kita, apa maknanya bagi kita, dan apa yang akan kita lakukan untuk menghargai eksistensinya.



Daftar Referensi : 
[1] Kew Plants People Possibilities. Paper. www.plantscafe.net/media/files/enar03_Paper.pdf 
           [2] Romeo, Ignazio. Paper Treasures: Libraries and Archives. Palermo: Departemen Warisan Budaya dan Identitas Sisilia; 2015.
[3] Ulisse - Un Mondo di Carta (Youtube Videos).
           [4] Fabriano. History. https://fabriano.com/en/324/history.          
[5] JCCC Origami Crane Project. Meaning of the Origami Crane. http://www.jccc.on.ca/origami-crane/pdf/meaning_of_the_origami_crane.pdf.
           [6] Engel, Peter. Origami from Angelfish to Zen. New York: Dover Publications, Inc; 1989.
           [7] The Paperless Project. Facts about Paper: The Impact of Consumption. http://www.thepaperlessproject.com/facts-about-paper-the-impact-of-consumption/
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar