Kertas merupakan kumpulan serat tanaman yang disusun menjadi suatu lembaran
datar. Ia terbuat dari suspensi jaringan-jaringan tanaman di dalam air yang
dikenal sebagai pulp atau bubur kertas. Sebagian besar pulp terbuat dari
kayu, tetapi kertas daur ulang dan berbagai sumber tanaman lainnya,
termasuk rami, kapas, rumput esparto, dan tebu juga dapat digunakan.
Kertas dibuat pertama kali oleh seorang pejabat pengadilan Tiongkok yang
bernama Cai Lun pada tahun 105 M. Bahan baku kertas kala itu adalah serat
tanaman murbai. Bubur dengan jumlah yang sedikit diangkat menggunakan
saringan persegi panjang yang terbuat dari selembar sutra berbingkai.
Saringan tersebut lalu digoyang dengan lembut untuk menyebar ratakan
serat-serat. Setelah air terkuras habis, lembaran kertas kemudian terbentuk
dan dikeringkan di bawah sinar matahari.
Teknik pembuatan kertas dirahasiakan selama lebih dari 600 tahun hingga
para penakluk dari dunia Arab berhasil menguaknya. Mereka lalu menggunakan
keahlian para pembuat kertas Tiongkok untuk mendirikan pabrik-pabrik di
seluruh wilayah Muslim. Kemudian, bangsa Moor mengenalkan teknik pembuatan
kertas di Eropa ketika menaklukkan Spanyol[1].
Sejak itu, penggunaan kertas menyebar perlahan ke dunia barat. Dokumen
kertas paling kuno di Eropa adalah “Mandat dari Adelasia”, yang ditulis
pada tahun 1109 M dengan menggunakan bahasa Yunani dan Arab. “Mandat dari
Adelasia” menjelaskan tentang Adelasia, ibu Raja Roger II dari Sisilia,
bakal penerus Raja Roger I dari Sisilia, yang menyuruh para viscount (gelar kebangsawanan di Eropa yang merujuk pada kepala
bagian administrasi dan yudisial) dari Castrogiovanni untuk melindungi
Biara San Filippo Demenna. Dokumen tersebut tidak dianggap sebagai dokumen
resmi, sehingga tidak menggunakan papirus yang lebih halus. “Mandat dari
Adelasia” kini disimpan di Sisilia, Italia, dan masih memiliki segel lilin
yang berwarna merah[2,3].
Pusat produksi kertas terpenting di Eropa juga berada di Italia, tepatnya
di kota Fabriano, wilayah Marche, pada abad pertengahan. Kota Fabriano
menjadi pilihan karena lokasinya dekat dengan pelabuhan Ancona, sebuah
pelabuhan yang sangat terbuka untuk berhubungan dengan para pedagang Arab.
Pada awalnya, kertas diproduksi dari pakaian-pakaian bekas yang dikumpulkan
dari para orang kaya. Setelah melalui proses yang cukup panjang, seperti
penggunaan air dengan intensitas tinggi untuk pengolahan kertas maupun
pengisian energi pada mesin, kertas lalu dijual. Kualitas kertas yang
dihasilkan tergolong baik, akan tetapi penggunaannya dibatasi karena
tingkat permeabilitasnya cukup tinggi (mudah menyerap cairan). Untuk
mengatasi masalah tersebut, produsen kertas menggunakan lem yang diolah
dari hewan. Lem ini berhasil membuat kualitas kertas jauh lebih baik [3,4] bahkan melebihi kertas yang kita gunakan saat ini yang
bahan bakunya dari selulosa kayu.
Kualitas kertas yang tinggi tersebut tentunya berperan dalam melestarikan
sains dan literatur. Kita patut berterima kasih karenanya. Manuskrip
pengetahuan buatan Leonardo Da Vinci, karangan mengagumkan “Decameron” dari
Giovanni Boccaccio, “Komedi Ketuhanan” dari Dante Alighieri, atau kisah
tragedi terkenal “Romeo dan Juliet” karya Shakespeare dapat kita baca
hingga detik ini. Kita pun dapat merasakan amarah, benci, cinta, kasih
sayang, dan berbagai macam ekspresi perasaan lainnya yang para penulis
tuangkan di atas kertas, seolah-olah kita berada di masa yang sama.
Kertas juga terbukti mampu menjadi perantara bagi manusia untuk
mengutarakan perasaannya. Hampir semua manusia di dunia ini pernah
menuliskan pesan atau surat untuk orang-orang terkasih. Sebut saja Jenderal
Gabriele d’Annunzio, seorang penulis Italia, yang sering mengirimkan surat
kepada Eleonora Duse, kekasihnya. Salah satu suratnya berisi I
o sono infedele per amore, anzi per arte d’amore quando amo a morte
(Aku tidak setia dalam mencinta, lebih tepatnya seni mencinta ketika aku
mencintai kematian). Gabriele tidak hanya bertukar surat dengan Eleonora,
namun dia juga mengirimkan berbagai surat kepada para kekasihnya yang lain.
Surat-surat tersebut lalu ia bukukan ke dalam sebuah karya yang berjudul
“Surat-Surat Cinta”[3].
Selain itu, kertas bahkan dapat menjadi suatu karya seni. Menurut
kepercayaan Shinto, kepercayaan tradisional di Jepang, jika orang yang kita
sayangi sedang sakit, maka kita dapat mengobati mereka dengan membuatkan
seribu burung bangau dari kertas origami. Burung bangau dipercaya dapat
hidup selama seribu tahun. Cerita terkenal mengenai pembuatan seribu burung
bangau (dalam bahasa Jepang disebut senbazuru) adalah tentang
Sadako Sasaki, seorang gadis muda yang menderita leukimia akibat radiasi
bom atom di kota Hiroshima. Ia mencoba untuk membuat seribu burung bangau
demi menyembuhkan penyakitnya. Sayangnya, Sadako harus berhenti ketika
burung bangau yang dibuatnya sudah mencapai 644 burung. Para sahabatnya
kemudian menggenapkan jumlah burung bangau tersebut dan turut menguburkan
semuanya bersama Sadako. Kini di Hiroshima, kita dapat melihat sebuah
patung didirikan untuk mengenangnya yang dihiasi dengan ribuan origami
burung bangau sebagai simbol perjuangan Sadako ketika melawan rasa sakit
sekaligus simbol perdamaian dunia[5].
Origami berbentuk hewan lainnya, contohnya katak, memiliki arti nasib baik
atau kembali. Dalam bahasa Jepang, pengucapan kata katak sangat mirip
dengan kata kembali, yakni kaeru. Origami katak biasa dibuat oleh geisha setelah menghibur patron kesayangannya, dengan harapan
patron itu akan kembali. Selain geisha, istri-istri pelaut di
Jepang juga membuat origami katak untuk diberikan kepada suami mereka
sebelum bekerja di atas laut[3,6].
Zaman sekarang, kertas digunakan sebagai media untuk menuliskan pesan
maupun menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Kertas juga digunakan untuk
semua jenis bahan cetak, mulai dari buku latihan hingga ensiklopedia.
Selain itu, kertas diperlukan sebagai alat pembayaran. Namun, adanya
teknologi seperti aplikasi perpesanan instan, buku elektronik, uang
elektronik, dan lain sebagainya menyebabkan penggunaan kertas nampak
tergerus. Akan tetapi, hal ini tidak terlalu berpengaruh secara signifikan.
Menurut data dari The Paperless Project, konsumsi kertas di dunia
malah semakin meningkat menjadi 400% dalam kurun waktu 40 tahun terakhir
dengan 35% pohon-pohon telah ditebang untuk pembuatan kertas[7].
Tingkat konsumsi kertas yang tinggi tersebut berakibat pada maraknya
deforestasi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, yang dapat
menyebabkan masalah-masalah ekosistem dan iklim. Ironisnya, kita sering
menyelepekan eksistensi kertas yang selalu kita gunakan di rutinitas
sehari-hari. Kita seharusnya menyadari bahwa kertas memiliki nilai penting
karena ada suatu tanggung jawab besar yang dibawanya sebagai hasil dari
proses produksi kertas itu sendiri.
Berdasarkan hal di atas, kita akhirnya dapat memahami sekaligus merenungkan
mengenai kertas yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kertas
tidak hanya sebagai salah satu cara untuk mendokumentasikan pikiran,
pengetahuan, maupun sejarah, melainkan juga sebagai bentuk representatif
dari warisan peradaban manusia itu sendiri. Kita boleh mengatakan kita
menemukan lebih dari dua ribu tahun sejarah kehidupan manusia di atas
kertas. Kertas pun tidak hanya membawa kata-kata. Ia mampu membawa beragam
cerita, emosi, fantasi, harapan, bahkan kekayaan. Oleh karena itu, mungkin
kita dapat bertanya pada diri sendiri apa yang telah kertas berikan untuk
kita, apa maknanya bagi kita, dan apa yang akan kita lakukan untuk
menghargai eksistensinya.
Daftar Referensi :
[1] Kew Plants People Possibilities. Paper. www.plantscafe.net/media/files/enar03_Paper.pdf
[2] Romeo, Ignazio. Paper Treasures: Libraries and Archives.
Palermo: Departemen Warisan Budaya dan Identitas Sisilia; 2015.
[3] Ulisse - Un Mondo di
Carta (Youtube Videos).
[4] Fabriano.
History. https://fabriano.com/en/324/history.
[5] JCCC Origami Crane Project. Meaning of the Origami Crane. http://www.jccc.on.ca/origami-crane/pdf/meaning_of_the_origami_crane.pdf.
[5] JCCC Origami Crane Project. Meaning of the Origami Crane. http://www.jccc.on.ca/origami-crane/pdf/meaning_of_the_origami_crane.pdf.
[6] Engel, Peter. Origami from
Angelfish to Zen. New York: Dover Publications, Inc; 1989.
[7] The
Paperless Project. Facts about Paper: The Impact of Consumption. http://www.thepaperlessproject.com/facts-about-paper-the-impact-of-consumption/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar