Senin, 05 Maret 2018

Jejaring Sosial Pemicu Penyakit Hati

Di era yang serba digital ini, jejaring sosial bukanlah sesuatu yang asing. Hampir setiap hari kita berinteraksi dengannya, seperti update status di Facebook, nge-tweet di Twitter, upload foto di Instagram, dan lain sebagainya. Saking intensnya, sehari saja tidak berhubungan dengan jejaring sosial, dunia akan terasa hampa.
Pada saat nge-sosmed, pernahkah kita sempat merasa iri dengan teman yang ngupload foto-foto liburan di luar negeri? Pernahkah kita membandingkan diri ketika teman ngupdate status sudah mendapat pekerjaan sedangkan kita masih nganggur sampai-sampai merasa sedih? Pernahkah kita stalking akun seseorang yang disukai? Jika ya, maka hati-hati, mungkin saja kita sudah terjangkit penyakit hati.
Tak dapat dipungkiri, penggunaan jejaring sosial berpotensi menimbulkan penyakit hati. Beberapa di antaranya :
1.        Riya’
Apa itu riya’? Menurut bahasa, riya’ berarti pamer atau memperlihatkan. Adapun riya’ menurut istilah berarti memperlihatkan suatu ibadah dan amal saleh kepada orang lain, bukan karena Allah, dengan harapan agar dipuji orang lain.
Riya’ merupakan sifat yang tidak disukai Allah. Rasulullah SAW. bersabda :
“Barangsiapa bersikap riya’, maka Allah akan memperlihatkan ke-riya’-annya di akhirat kelak. Barangsiapa suka memperdengarkan ibadahnya, maka Allah akan memperdengarkan perbuatannya itu kelak” (H.R. Bukhari dan Muslim).”
Kita mungkin pernah melihat foto-foto liburan yang diunggah teman-teman. Kita juga mungkin pernah membaca status yang kurang lebih seperti ini “Alhamdulillah, sudah tiga rakaat-an”. Apakah mereka dapat dicap sebagai orang-orang yang riya’ walau dalam konteks bahasa sudah termasuk riya’? Wallahu a’lam. Yang jelas, ketika mereka memang berniat untuk pamer, hal tersebut sudah termasuk riya'
2.       Iri
Iri adalah suatu sifat yang tidak senang atas rezeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan berusaha untuk menyainginya. Contohnya seperti yang telah disinggung sebelumnya, ketika kita melihat foto-foto teman liburan di luar negeri. Kita mungkin merasa iri. Kenapa dia bisa ke sana sedangkan kita nggak? Lalu kita pun berusaha agar bisa ke luar negeri demi menyaingi teman tersebut.
Iri termasuk sifat tercela yang dapat merusak amal. Allah SWT. telah mengingatkan kita dalam firman-Nya yang berarti :
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. An-Nisaa’: 32).
Iri hati juga berpotensi menimbulkan depresi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh tim peneliti di University of Missouri-Columbia School, pengguna jejaring sosial, dalam hal ini Facebook, yang melihat bagaimana kualitas kehidupan teman-teman mereka melalui postingan tentang liburan mahal, rumah atau mobil baru, dan hubungan percintaan yang bahagia, rentan untuk merasa iri. Tim peneliti mengatakan bahwa perasaan ini dapat mengakibatkan pengguna tersebut mengalami gejala depresi, bahkan kemungkinan mengalami depresi berat.
3.        Kepo
Istilah kepo belakangan ini makin akrab di telinga kita. Kepo banyak digunakan oleh anak muda ketika bercakap satu sama lain. Kepo sendiri merupakan akronim dari Knowing Every Particular Object yang artinya kurang lebih “ingin tahu sesuatu secara mendetail”.
Namun, kepo cenderung memiliki konotasi yang agak negatif. Hal yang ingin diketahui secara mendetail bukanlah ilmu, tetapi kebanyakan mengenai urusan orang lain. Terlebih dengan adanya jejaring sosial, aksi ngepoin lebih mudah untuk dilakukan.
Contoh sederhana dari kepo adalah ketika kita ingin mengetahui lebih jauh tentang seseorang yang disukai. Jika kita tahu apa nama akun Facebook atau Twitter si dia dan terlebih lagi berteman dengannya, tinggal buka profil dan scroll dari atas sampai bawah, semua informasi yang dibutuhkan tersedia dengan catatan si dia juga aktif di jejaring sosial tersebut.
Nah, bagaimana kalau tidak aktif nge-sosmed? Jika tingkat obsesi ke orang tersebut tinggi, maka tingkat kepo¬-nya pasti tinggi juga. Mungkin kita akan melakukan investigasi tersendiri sampai-sampai menjadi penguntit atau stalker ala intel FBI.
Hal seperti di atas dilarang dalam Islam. Mengapa? Kepo cenderung membuat kita berprasangka kepada orang lain. Kita mungkin akan menduga orang tersebut begini dan begitu berdasarkan informasi yang diperoleh. Padahal, hukum prasangka telah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 12 yang artinya sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Hujurat : 12).

Berdasarkan pemaparan tentang tiga penyakit hati di atas, dapat kita lihat bagaimana penggunaan jejaring sosial menyerang hati secara diam-diam. Sekilas kita memang tidak sadar telah terjangkit penyakit hati yang kadang-kadang sulit dideteksi, terutama ketika memakai jejaring sosial.
Jadi, bagaimana solusi yang tepat untuk menghindari tiga penyakit tersebut? Pertama, gunakan jejaring sosial ketika ada keperluan saja, seperti menghubungi teman atau meng-update informasi yang penting. Kedua, tanamkan di pikiran bahwa semua yang ada di jejaring sosial tidak menutup kemungkinan hanyalah kamuflase belaka. Tidak semua yang diunggah di jejaring sosial sesuai dengan kenyataannya. Dan yang ketiga, janganlah lupa untuk berdoa kepada Allah SWT. agar selalu dilindungi dari penyakit yang lebih bahaya daripada penyakit fisik ini.


»»  read more