Senin, 22 Januari 2018

Revitalisasi Budaya Siri’ dan Pesse/Pacce Masyarakat Bugis-Makassar melalui Organisasi Kepemudaan Lokal sebagai Upaya Penguatan Karakter Kepemimpinan

Abstrak
Budaya siri‘ dan pesse/pacce adalah salah satu pandangan atau falsafah hidup yang mencerminkan identitas masyarakat Bugis-Makassar. Konsep budaya ini mengandung makna memiliki rasa malu (harga diri) dan rasa kebersamaan yang tinggi (solidaritas). Budaya siri’ dan pesse/pacce sangat penting untuk dihidupkan kembali oleh generasi muda. Hal ini disebabkan oleh maraknya fenomena kekerasan antar kelompok atau organisasi pemuda, khususnya di Sulawesi Selatan yang berasal dari suku Bugis atau Makassar. Konflik antar-pemuda dipicu oleh beberapa hal, di antaranya adalah kurangnya rasa malu dan pemahaman yang salah mengenai rasa kebersamaan dalam kelompok yang diikuti. Oleh karena itu, salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan guna mengatasi hal tersebut adalah dengan melibatkan organisasi kepemudaan lokal yang berkekuatan dinamis dalam perevitalisasian budaya siri‘ dan pesse/pacce. Kegiatan-kegiatan kepemudaan yang dilaksanakan oleh organisasi kepemudaan lokal ini berbasis socio-culture atau sosial-budaya yang menekankan penerapan budaya siri‘ dan pesse/pacce di lingkup sosial. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan akan melibatkan setiap lapisan dan golongan masyarakat yang diselenggarakan secara inovatif dan kreatif. Generasi muda yang dapat memahami dan mengaplikasikan kearifan lokal inilah yang akan sangat dibutuhkan eksistensinya di tengah masyarakat sehingga dapat memberikan kontribusi positif sekaligus sebagai agent of change. Selain itu, budaya siri‘ dan pesse/pacce secara tidak langsung juga akan memberi pengaruh positif terhadap karakter dari generasi muda itu sendiri, dalam hal ini karakter kepemimpinan yang sangat perlu dipupuk sejak dini. Dengan demikian, perevitalisasian budaya siri dan pesse/pacce melalui organisasi kepemudaan lokal diharapkan dapat menghasilkan generasi muda Bugis-Makassar yang memiliki karakter kepemimpinan kuat dan berjiwa unggul untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di masa yang akan datang.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Pemuda, Pesse/Pacce, Siri, Revitalisasi
»»  read more

Senin, 15 Januari 2018

Guruku, Penyemangatku

     Delapan tahun lebih yang lalu, tepatnya pada bulan Juli tahun 2009, aku berubah status dari murid SMP menjadi murid SMA. Hari-hari pertama menyandang status baru ku gunakan untuk mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa). MOS kala itu sangatlah berkesan. Tidak ada yang namanya kekerasan. Pengenalan mengenai lingkungan sekolah, para senior dengan prestasinya masing-masing, dan guru-guru juga tidak membosankan karena diselingi dengan beberapa games yang menarik.
     Saat sesi pengenalan para guru, aku penasaran sekali ingin mengetahui sosok guru yang mengajar fisika, sebab aku menyukai pelajaran itu sejak SMP. Aku tidak menyangka bahwa guru yang sedang memberikan sambutan adalah guru fisika. Sontak aku menjadi sedikit kaget. Salah seorang teman bergurau dengan berkata “Gurumu itu nanti, Dian” yang aku tangkap sebagai “doa” agar beliau menjadi guru panutanku. Aku hanya cengengesan mendengarnya.
     Nama guru tersebut adalah Mahludin. Beliau berperawakan sedang dengan wajah yang agak datar. Pak Mahludin mengajar kelas dua dan kelas tiga. Rumor dari para kakak kelas yang ku dengar jika Pak Mahludin itu galak dan harus on-time. Suasana di kelas menjadi tegang kalau beliau mengajar. Sebenarnya, aku lebih menyukai guru dengan karakter seperti itu. Murid-murid akan menjadi disiplin dalam belajar. Alhasil, rumor tersebut tidak terlalu ku hiraukan.
     Setelah mengikuti MOS, aku “resmi” menjadi murid kelas 1 SMA. Kemudian, aku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kelas persiapan Olimpiade Sains Nasional (OSN). Tentu saja bidang yang aku pilih adalah fisika. Aku tertantang untuk mewakili sekolah baruku ini karena ketika SMP aku pernah mewakili sekolah hingga ke tingkat provinsi.
     Di sini lah pertemuan pertamaku dengan Pak Mahludin di dalam kelas. Beliau ternyata juga pembimbing OSN Fisika. Mungkin karena memikirkan rumor dari kakak kelas, aku menangkap kesan yang menegangkan saat berada di kelas. Seiring berjalannya waktu, aku menjadi santai diajar beliau karena cara mengajarnya yang membuat materi mudah dipahami. Belajar fisika pun menjadi semakin menyenangkan bagiku.
     Alhamdulillah, aku mewakili sekolah ke tingkat kota setelah setahun mengikuti bimbingan. Walaupun tidak masuk tiga besar untuk mewakili provinsi, Pak Mahludin memuji aku dan kawan-kawan seperjuangan karena berhasil mewakili sekolah. Beliau berkata “semangat” dengan intonasi yang agak unik. Alhasil, perkataan beliau ini sering ku jadikan guyonan ketika kawan-kawan sedang malas belajar.
     Aku kembali mengikuti bimbingan di tahun keduaku. Aku bertekad harus bisa lolos hingga ke tingkat nasional. Pak Mahludin juga makin menggenjot aku dan kawan-kawan seperjuangan di dalam kelas. Selain itu, beliau mengikutkan kami dalam lomba cerdas cermat fisika dan lomba karya tulis ilmiah. Tujuannya agar kami lebih intensif dalam belajar. Tak lupa pula beliau selalu mengingatkan untuk rajin shalat dan puasa rutin Senin-Kamis.
     Aku dan kawan-kawan kembali mewakili sekolah ke OSN tingkat kota. Tahun kedua ini agak berbeda karena kami tidak hanya mengikuti satu lomba. Pada ajang cerdas cermat fisika, kami berhasil menjadi juara I. Pak Mahludin makin bangga ketika kawan-kawan kemudian mendapati nama mereka sebagai peserta OSN tingkat provinsi. Beliau pun berkata bahwa doa-doanya terjawab.
     Aku pun senang mendengar kabar bahwa mereka lolos OSN tingkat kota, tapi aku sempat kecewa karena tidak lolos. Pak Mahludin kemudian menghibur diriku. Aku dipanggil ke ruangannya dan beliau memberi kabar bahwa karya tulis ilmiah kami diterima untuk dipresentasikan. Beliau berkata bahwa ini gantinya rezekiku karena tidak lolos OSN tingkat kota. Aku yang menjadi ketua tim sontak terharu. Aku pun sadar bahwa rezeki tiap orang berbeda. Seketika aku tidak kecewa lagi.
     Aku memfokuskan pikiran ke lomba karya tulis ilmiah. Walaupun aku yang lebih banyak bekerja, tapi aku memaklumi kawan-kawan seperjuangan yang juga harus fokus ke OSN. Merekalah harapannya Pak Mahludin. Aku turut menyemangati mereka agar lebih giat belajar dan mereka juga membantuku untuk mempersiapkan presentasi.
     Aku dan kawan-kawan mendapat juara III.  Sebenarnya, Pak Mahludin menginginkan kami menjadi juara I, tapi beliau sempat bergurau kalau kami ini hanya beruntung saja. Beliau menganggap kami pantas mendapat juara IV karena penampilan kami saat presentasi. Aku akui bahwa kami memang belum terlalu siap karena pengumuman yang diberikan hanya berselang beberapa hari sebelum perlombaan. Selain itu, inilah pengalaman pertamaku presentasi di luar sekolah. Walaupun begitu, aku tetap bersyukur dengan pengalaman pertama yang membuahkan piala.
     Beberapa minggu kemudian, nama-nama peserta OSN tingkat nasional telah diumumkan. Kawan-kawanku mendapat kabar yang cukup mengecewakan. Mereka tidak lolos ke tingkat nasional. Alhasil, tidak ada satu pun perwakilan dari sekolah untuk bidang fisika. Pak Mahludin kemudian berkata jika ini bukan rezeki mereka. Mau tak mau mereka berusaha untuk ikhlas. Toh, mereka dan aku berhasil mendapat juara di lomba-lomba yang lain.
     Pada tahun ketiga, aku tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler apapun. Guru-guru juga tidak membolehkan para murid kelas III untuk mengikuti bimbingan OSN karena harus fokus ke Ujian Nasional (UN). Akan tetapi, Pak Mahludin menawarkan aku dan kawan-kawan untuk kembali berlomba cerdas cermat fisika. Beliau berkata bahwa materi yang dilombakan tidak jauh dari materi UN. Sambil menyelam minum air. Aku dan kawan-kawan menyetujui penawaran beliau.
     Pak Mahludin kemudian membentuk dua tim. Aku berada di tim B dan kawan-kawan berada di tim A. Beliau berharap aku bisa membawa pulang piala juara II dan kawan-kawan mempertahankan piala juara I sekaligus piala bergilir. Kali ini, aku merasa bahwa tanggung jawabku besar karena sebelumnya aku dan kawan-kawan berada dalam satu tim.
     Timku mendapat giliran pertama di babak penyisihan. Pak Mahludin berkata bahwa calon-calon lawanku nanti cukup berat dan timku pantas bertemu mereka di babak final. Aku menjadi deg-degan. Apakah timku berhasil lolos? Kalau tidak, aku pasti mengecewakan beliau karena tidak sesuai harapan. Aku menjadi sedikit terganggu dengan pikiran-pikiran ini.
     Lantas, aku menunaikan sholat tahajud. Aku berdoa memohon bantuan-Nya. Kala itu, aku merasa yakin doaku akan dikabulkan. Aku tidak mendapat firasat kalau aku gagal. Perasaanku pun menjadi tenang.
     Hari perlombaan telah tiba. Aku berkali-kali meyakinkan diri dan rekan-rekan setim kalau tim B bisa lolos ke babak berikutnya. Pak Mahludin juga menyemangati timku dengan intonasi khasnya. Suntikan keyakinan dan semangat membuat timku mantap menghadapi lawan-lawan di babak awal ini. Aku mengucap bismillah sebelum berlomba.
     Tim B berhasil menjadi juara grup dan lolos ke babak semifinal. Aku sangat bersyukur karena bisa mengalahkan lawan-lawanku dan tentu saja memenuhi ekspektasi Pak Mahludin.  Beliau kemudian menyelamati tim B dengan raut wajah sumringah. Aku menjadi makin optimis untuk berlomba di babak berikutnya.
     Tim A mengikuti jejak timku. Kedua tim bertemu di babak semifinal. Kami bernegosiasi terlebih dahulu untuk bermain cantik agar bisa bertemu lagi di final. Otomatis, tim kami harus menjadi juara dan runner-up grup. Di sinilah kekompakan kami diuji. Alhamdulillah, strategi berjalan dengan lancar. Tim A dan timku masing-masing mendapat juara I dan juara II.
     Akhirnya, babak final ada di depan mata. Kekompakan kedua tim pun diuji sekali lagi. Namun, tim B membuat banyak kesalahan sehingga skor kami tertinggal jauh dari skor tim A. Aku kehilangan harapan. Rekan setimku lalu mengusulkan agar tim B menjadi umpan karena skor kami sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengejar ketertinggalan. Aku setuju. Tim B pun menjawab banyak pertanyaan di sesi rebutan walaupun salah. Kami mencegah tim-tim lain untuk menambah skor dan menjaga tim A berada di posisi pertama.
     Pengorbanan itu membuahkan hasil. Tim A menjadi juara lomba cerdas cermat fisika dan mempertahankan piala bergilir. Sementara itu, timku mendapat juara harapan I. Pak Mahludin cukup bangga dengan apa yang kami raih dan beliau berkata bahwa tim B telah melakukan yang terbaik. Setidaknya, salah satu tim berhasil menjadi pemenang. Tim A pun mengucapkan terima kasih kepada tim B. Aku benar-benar terharu saat itu.
     Perlombaan telah usai. Aku dan kawan-kawan kembali fokus untuk menghadapi UN. Pak Mahludin menyemangati kami dan berharap agar salah satu di antara kami bisa mendapat nilai UN Fisika tertinggi. Walaupun kenyataannya tidak tertinggi tingkat kota, tapi nilai UN kami tertinggi tingkat sekolah.
     Itulah sekelumit cerita mengenai pengalamanku dengan Pak Mahludin, sosok yang menyemangati dan menginspirasi aku agar terus berprestasi selama di SMA. Sejak cerita ini dituliskan, aku menjadi rindu pada beliau. Terima kasih untuk segalanya, Pak Mahludin.

»»  read more

Senin, 08 Januari 2018

Keep Calm until 100% Halal

     Ash-shalaatu khairum minan na’uum.
     Suara azan subuh terdengar ke telinga. Aku pamit untuk menunaikan kewajiban sama Zabit, pacarku, di kala ia ingin mengutarakan sesuatu yang penting.
     “ Oke, aku akan menunggumu.” balasnya.
     Dia seagama denganku. Waktu di tempatnya menunjukkan pukul 23.45. Kami terpisah ribuan kilometer dan berbeda zona waktu, yaitu lima jam, sehingga mau tidak mau dia harus menunggu.
     Aku pun segera bergegas untuk shalat subuh dan berdoa semoga apa yang kami harapkan selama ini dapat dikabulkan. Beberapa menit kemudian, ku membalas pesannya.
     “ Aku udah selesai sholat. Apa yang kamu mau bilang?” 
        tanyaku.
     “ Bisa kamu nelpon aku?” tanyanya balik.
     “ Oke, tunggu sebentar.”
 
     Tuut. Suara telepon berbunyi di seberang sana. Kemudian, suara lembut yang selalu aku rindukan setiap hari mengganti suara monoton tadi. 
     “ Assalamu ‘alaikum.”
     “ Wa’alaikum salam.” jawabku.
     “ Qvna, saya sudah membicarakan semuanya kepada
        orang tuaku. Mereka tidak setuju. Mereka tidak
        menerimamu. Aku ingin mengakhiri hubungan ini.
        Terima kasih untuk segalanya. Kita bisa bicara nanti.”
        jelasnya panjang lebar.
     “ Oke.” tutupku singkat. 
     Aku benar-benar shock. Aku tak tahu harus berkata apa. Dada ini terasa begitu sesak, tapi aku tak bisa menangis. Hilang semua harapan aku pada dirinya. Apa ini jawaban atas doa hamba tadi, ya Allah? Hamba masih belum mengerti dengan semua ini. 
     Setelah berusaha menenangkan diri, aku menghubunginya kembali untuk menanyakan apa alasan orang tuanya tidak merestui kami. Ah, alasan klasik! Orang tuanya tidak setuju karena perbedaan suku dan latar belakang keluarga. Apakah dua hal ini memang selalu menjadi masalah bagi sepasang muda-mudi yang ingin menikah? Entahlah. Setidaknya, aku sudah mengetahui apa yang menjadi permasalahan. Aku juga sudah mengetahui ternyata dia benar-benar tidak berniat memperjuangkan hubungan ini, setelah dua kali kami sempat putus-nyambung. 
     Aku pun memutus segala komunikasi sama dia. Aku sudah muak dengan yang namanya pacaran. Terhitung sudah dua kali aku melakukan ini dan selalu berakhir dengan rasa sakit hati. Yang pertama tidak terlalu membekas karena hanya menjalin hubungan sekitar sebulan lebih. Ibrahim kedapatan selingkuh. Yang kedua? Aku dan Zabit berpacaran cukup lama, sekitar setahun lebih. Aku berpikir bagaimana aku bisa move on dari seseorang yang pernah ku sayangi selama itu? 
     Berbulan-bulan aku dirundung galau yang teramat dalam. Hal ini berdampak pada IP-ku yang menurun drastis. Aku benar-benar terpuruk. Untung aku memiliki Dian, sahabat yang selalu menasihati dan memotivasi agar bisa bangkit. 
     “ Tuh, kan. Apa aku bilang? Pacaran itu diharamkan
        karena hanya akan menimbulkan perasaan kepada
        seseorang yang belum halal dan lebih banyak membawa
        kepada ke-mudharat-an. Setelah putus pun kau masih
        terbayang-bayang, kan? Udah, mendingan kamu fokus
        aja ke kuliah. Lihat, tuh! IP kamu turun. Jujur, aku tidak 
        suka melihatmu seperti ini. Mana Qvna yang dulu? Qvna
        yang sekarang kelihatan begitu lemah! Ayo, buktikan 
        kalau kamu bisa atasi masalah ini! Your problem is not 
        bigger than your God!” kata-kata mutiara si Dian. 
     Lalu, aku bertaubat kepada Allah. Aku sangat menyesal telah mencintai seseorang melebihi cintaku pada-Nya. Aku berjanji bahwa aku tak akan berpacaran lagi. In syaa Allah, aku akan istiqamah menunggu dan menjadi single sampai menikah nantinya.
»»  read more

Senin, 01 Januari 2018

Opening Letter

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Dear readers,

Udah empat tahun lebih blog ini nggak terurus. Maklum, empat tahun terakhir ini adalah masa-masa tersibuk dalam hidupku, bahkan hingga detik ini. Emang sibuk apa? Hmm, kalau dirunut kembali ternyata saya nggak sibuk-sibuk amat. Saya hanya lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak penting, contohnya galau. What? Galau? Iya, galau akan masa depan dan jodoh :D
Anyway, saya memutuskan untuk aktif di blog kembali setelah hibernasi cukup lama, mengingat saya sempat mengikrarkan janji bahwa jika saya lulus SMA, maka saya akan urus blog ini dengan baik. Walaupun janji kepada diri sendiri, tetap harus dilunasi. Benar, nggak? Hehehe.
Setelah surat pembuka ini, saya akan ngepost hal-hal yang unik, mengharukan, dan lain sebagainya berdasarkan pengalamanku “berkarir” di bumi. Hal ini juga sekaligus sebagai sarana bagi diriku untuk muhasabah, sejauh mana diriku telah berproses. Ceileeh, bahasanya :D
So, jika readers sekalian penasaran, jangan lupa pantengin terus blogku. Siapa tau dengan membaca blog ini, ada reader yang siap melamar saya karena di sini saya akan blak-blakan dan tidak ada yang ditutup-tutupi (NGAREP MODE : ON)

Wa billahi taufik wal hidayah, wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Penulis

»»  read more