Senin, 15 Januari 2018

Guruku, Penyemangatku

     Delapan tahun lebih yang lalu, tepatnya pada bulan Juli tahun 2009, aku berubah status dari murid SMP menjadi murid SMA. Hari-hari pertama menyandang status baru ku gunakan untuk mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa). MOS kala itu sangatlah berkesan. Tidak ada yang namanya kekerasan. Pengenalan mengenai lingkungan sekolah, para senior dengan prestasinya masing-masing, dan guru-guru juga tidak membosankan karena diselingi dengan beberapa games yang menarik.
     Saat sesi pengenalan para guru, aku penasaran sekali ingin mengetahui sosok guru yang mengajar fisika, sebab aku menyukai pelajaran itu sejak SMP. Aku tidak menyangka bahwa guru yang sedang memberikan sambutan adalah guru fisika. Sontak aku menjadi sedikit kaget. Salah seorang teman bergurau dengan berkata “Gurumu itu nanti, Dian” yang aku tangkap sebagai “doa” agar beliau menjadi guru panutanku. Aku hanya cengengesan mendengarnya.
     Nama guru tersebut adalah Mahludin. Beliau berperawakan sedang dengan wajah yang agak datar. Pak Mahludin mengajar kelas dua dan kelas tiga. Rumor dari para kakak kelas yang ku dengar jika Pak Mahludin itu galak dan harus on-time. Suasana di kelas menjadi tegang kalau beliau mengajar. Sebenarnya, aku lebih menyukai guru dengan karakter seperti itu. Murid-murid akan menjadi disiplin dalam belajar. Alhasil, rumor tersebut tidak terlalu ku hiraukan.
     Setelah mengikuti MOS, aku “resmi” menjadi murid kelas 1 SMA. Kemudian, aku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kelas persiapan Olimpiade Sains Nasional (OSN). Tentu saja bidang yang aku pilih adalah fisika. Aku tertantang untuk mewakili sekolah baruku ini karena ketika SMP aku pernah mewakili sekolah hingga ke tingkat provinsi.
     Di sini lah pertemuan pertamaku dengan Pak Mahludin di dalam kelas. Beliau ternyata juga pembimbing OSN Fisika. Mungkin karena memikirkan rumor dari kakak kelas, aku menangkap kesan yang menegangkan saat berada di kelas. Seiring berjalannya waktu, aku menjadi santai diajar beliau karena cara mengajarnya yang membuat materi mudah dipahami. Belajar fisika pun menjadi semakin menyenangkan bagiku.
     Alhamdulillah, aku mewakili sekolah ke tingkat kota setelah setahun mengikuti bimbingan. Walaupun tidak masuk tiga besar untuk mewakili provinsi, Pak Mahludin memuji aku dan kawan-kawan seperjuangan karena berhasil mewakili sekolah. Beliau berkata “semangat” dengan intonasi yang agak unik. Alhasil, perkataan beliau ini sering ku jadikan guyonan ketika kawan-kawan sedang malas belajar.
     Aku kembali mengikuti bimbingan di tahun keduaku. Aku bertekad harus bisa lolos hingga ke tingkat nasional. Pak Mahludin juga makin menggenjot aku dan kawan-kawan seperjuangan di dalam kelas. Selain itu, beliau mengikutkan kami dalam lomba cerdas cermat fisika dan lomba karya tulis ilmiah. Tujuannya agar kami lebih intensif dalam belajar. Tak lupa pula beliau selalu mengingatkan untuk rajin shalat dan puasa rutin Senin-Kamis.
     Aku dan kawan-kawan kembali mewakili sekolah ke OSN tingkat kota. Tahun kedua ini agak berbeda karena kami tidak hanya mengikuti satu lomba. Pada ajang cerdas cermat fisika, kami berhasil menjadi juara I. Pak Mahludin makin bangga ketika kawan-kawan kemudian mendapati nama mereka sebagai peserta OSN tingkat provinsi. Beliau pun berkata bahwa doa-doanya terjawab.
     Aku pun senang mendengar kabar bahwa mereka lolos OSN tingkat kota, tapi aku sempat kecewa karena tidak lolos. Pak Mahludin kemudian menghibur diriku. Aku dipanggil ke ruangannya dan beliau memberi kabar bahwa karya tulis ilmiah kami diterima untuk dipresentasikan. Beliau berkata bahwa ini gantinya rezekiku karena tidak lolos OSN tingkat kota. Aku yang menjadi ketua tim sontak terharu. Aku pun sadar bahwa rezeki tiap orang berbeda. Seketika aku tidak kecewa lagi.
     Aku memfokuskan pikiran ke lomba karya tulis ilmiah. Walaupun aku yang lebih banyak bekerja, tapi aku memaklumi kawan-kawan seperjuangan yang juga harus fokus ke OSN. Merekalah harapannya Pak Mahludin. Aku turut menyemangati mereka agar lebih giat belajar dan mereka juga membantuku untuk mempersiapkan presentasi.
     Aku dan kawan-kawan mendapat juara III.  Sebenarnya, Pak Mahludin menginginkan kami menjadi juara I, tapi beliau sempat bergurau kalau kami ini hanya beruntung saja. Beliau menganggap kami pantas mendapat juara IV karena penampilan kami saat presentasi. Aku akui bahwa kami memang belum terlalu siap karena pengumuman yang diberikan hanya berselang beberapa hari sebelum perlombaan. Selain itu, inilah pengalaman pertamaku presentasi di luar sekolah. Walaupun begitu, aku tetap bersyukur dengan pengalaman pertama yang membuahkan piala.
     Beberapa minggu kemudian, nama-nama peserta OSN tingkat nasional telah diumumkan. Kawan-kawanku mendapat kabar yang cukup mengecewakan. Mereka tidak lolos ke tingkat nasional. Alhasil, tidak ada satu pun perwakilan dari sekolah untuk bidang fisika. Pak Mahludin kemudian berkata jika ini bukan rezeki mereka. Mau tak mau mereka berusaha untuk ikhlas. Toh, mereka dan aku berhasil mendapat juara di lomba-lomba yang lain.
     Pada tahun ketiga, aku tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler apapun. Guru-guru juga tidak membolehkan para murid kelas III untuk mengikuti bimbingan OSN karena harus fokus ke Ujian Nasional (UN). Akan tetapi, Pak Mahludin menawarkan aku dan kawan-kawan untuk kembali berlomba cerdas cermat fisika. Beliau berkata bahwa materi yang dilombakan tidak jauh dari materi UN. Sambil menyelam minum air. Aku dan kawan-kawan menyetujui penawaran beliau.
     Pak Mahludin kemudian membentuk dua tim. Aku berada di tim B dan kawan-kawan berada di tim A. Beliau berharap aku bisa membawa pulang piala juara II dan kawan-kawan mempertahankan piala juara I sekaligus piala bergilir. Kali ini, aku merasa bahwa tanggung jawabku besar karena sebelumnya aku dan kawan-kawan berada dalam satu tim.
     Timku mendapat giliran pertama di babak penyisihan. Pak Mahludin berkata bahwa calon-calon lawanku nanti cukup berat dan timku pantas bertemu mereka di babak final. Aku menjadi deg-degan. Apakah timku berhasil lolos? Kalau tidak, aku pasti mengecewakan beliau karena tidak sesuai harapan. Aku menjadi sedikit terganggu dengan pikiran-pikiran ini.
     Lantas, aku menunaikan sholat tahajud. Aku berdoa memohon bantuan-Nya. Kala itu, aku merasa yakin doaku akan dikabulkan. Aku tidak mendapat firasat kalau aku gagal. Perasaanku pun menjadi tenang.
     Hari perlombaan telah tiba. Aku berkali-kali meyakinkan diri dan rekan-rekan setim kalau tim B bisa lolos ke babak berikutnya. Pak Mahludin juga menyemangati timku dengan intonasi khasnya. Suntikan keyakinan dan semangat membuat timku mantap menghadapi lawan-lawan di babak awal ini. Aku mengucap bismillah sebelum berlomba.
     Tim B berhasil menjadi juara grup dan lolos ke babak semifinal. Aku sangat bersyukur karena bisa mengalahkan lawan-lawanku dan tentu saja memenuhi ekspektasi Pak Mahludin.  Beliau kemudian menyelamati tim B dengan raut wajah sumringah. Aku menjadi makin optimis untuk berlomba di babak berikutnya.
     Tim A mengikuti jejak timku. Kedua tim bertemu di babak semifinal. Kami bernegosiasi terlebih dahulu untuk bermain cantik agar bisa bertemu lagi di final. Otomatis, tim kami harus menjadi juara dan runner-up grup. Di sinilah kekompakan kami diuji. Alhamdulillah, strategi berjalan dengan lancar. Tim A dan timku masing-masing mendapat juara I dan juara II.
     Akhirnya, babak final ada di depan mata. Kekompakan kedua tim pun diuji sekali lagi. Namun, tim B membuat banyak kesalahan sehingga skor kami tertinggal jauh dari skor tim A. Aku kehilangan harapan. Rekan setimku lalu mengusulkan agar tim B menjadi umpan karena skor kami sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengejar ketertinggalan. Aku setuju. Tim B pun menjawab banyak pertanyaan di sesi rebutan walaupun salah. Kami mencegah tim-tim lain untuk menambah skor dan menjaga tim A berada di posisi pertama.
     Pengorbanan itu membuahkan hasil. Tim A menjadi juara lomba cerdas cermat fisika dan mempertahankan piala bergilir. Sementara itu, timku mendapat juara harapan I. Pak Mahludin cukup bangga dengan apa yang kami raih dan beliau berkata bahwa tim B telah melakukan yang terbaik. Setidaknya, salah satu tim berhasil menjadi pemenang. Tim A pun mengucapkan terima kasih kepada tim B. Aku benar-benar terharu saat itu.
     Perlombaan telah usai. Aku dan kawan-kawan kembali fokus untuk menghadapi UN. Pak Mahludin menyemangati kami dan berharap agar salah satu di antara kami bisa mendapat nilai UN Fisika tertinggi. Walaupun kenyataannya tidak tertinggi tingkat kota, tapi nilai UN kami tertinggi tingkat sekolah.
     Itulah sekelumit cerita mengenai pengalamanku dengan Pak Mahludin, sosok yang menyemangati dan menginspirasi aku agar terus berprestasi selama di SMA. Sejak cerita ini dituliskan, aku menjadi rindu pada beliau. Terima kasih untuk segalanya, Pak Mahludin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar