Komunikasi
adalah suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. Manusia
berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Melalui komunikasi,
sikap dan perasaan seseorang atau beberapa orang dapat dipahami pihak lain. Agar
komunikasi berjalan dengan baik, diperlukan suatu alat yang dinamakan bahasa.
Bahasa
sebagai alat komunikasi terbagi atas dua, yaitu verbal dan non-verbal. Bahasa
verbal adalah bahasa yang diungkapkan secara lisan. Pada umumnya, komunikasi
dilakukan melalui cara ini. Adapun bahasa non-verbal adalah bahasa yang tidak
melibatkan lisan sebagai media penyampaiannya. Bahasa ini dilakukan jika tidak
ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Contoh bahasa
non-verbal ialah bahasa isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya.
Indonesia
adalah negara yang terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara.
Bahasa resmi dan bahasa persatuan negara Indonesia adalah bahasa Indonesia. Pada
tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka, bahasa Indonesia
diresmikan penggunaannya, bertepatan dengan terbentuknya konstitusi.
Jauh
sebelum Indonesia merdeka, penamaan “Bahasa Indonesia” telah dimulai sejak
dicanangkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini termaktub
dalam isi Sumpah Pemuda poin ketiga yang bunyinya “Kami putra dan putri
Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Bahasa
Indonesia termasuk anggota dari bahasa Melayu-Polinesia Barat yang merupakan
cabang dari bahasa Austronesia. Bahasa Melayu bukanlah satu-satunya asal muasal
kata-kata yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menyerap
beberapa kata dari bahasa negara lain, seperti bahasa Inggris (coordination menjadi koordinasi), bahasa
Arab (al-Khamis menjadi Kamis), dan bahasa
Belanda (pomp menjadi pompa). Selain
bahasa-bahasa tersebut, bahasa Indonesia juga menyerap beberapa kata dari
bahasa daerahnya sendiri. Contoh kata-kata tersebut adalah amblas, heboh,
mantap, melempem, ngawur, dan lain sebagainya.
Bahasa
itu dinamis, begitu pula dengan bahasa Indonesia. Bahasa ini banyak mengalami
perubahan, baik dari segi tulisan maupun struktur. Misalnya, oe menjadi u, tj
menjadi c, j menjadi y, dj menjadi j, awalan di- dan kata depan “di” dibedakan penulisannya.
Pada
tahun 1988, terbitlah Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka yang berisi
daftar kosakata disertai makna dan keterangan lain yang diperlukan. Kedudukan
kamus ini menjadi acuan tertinggi bahasa Indonesia baku, sehingga kedinamisan
bahasa Indonesia bisa dilihat melalui kamus ini.
Bahasa
itu juga unik, begitu pula dengan bahasa Indonesia. Menurut sebuah sumber yang
pernah saya baca, angka-angka dari satu sampai dengan sepuluh memiliki keunikan
dalam bahasa Indonesia. Setiap bilangan mempunyai pasangan yang ditandai dengan
huruf awal yang sama dan apabila dijumlahkan hasilnya adalah sepuluh.
Selain
hal di atas, saya juga pernah membaca keunikan lain yaitu bahasa Indonesia memiliki
tata bahasa terumit ketiga di Asia dan kedua puluh enam di dunia. Spontan saya
berpikir, inilah alasan mengapa sampai sekarang
kita “masih belum” bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, walaupun
sejak SD kita telah mempelajarinya. Di samping kerumitannya, adanya kebiasaan menggunakan bahasa daerah untuk berinteraksi juga menjadi pengaruh
tersendiri.
Saya
pun tak memungkiri perihal kesulitan dalam berbahasa Indonesia. Ketika saya
mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan bahasa Indonesia, analisis yang
dibutuhkan sangatlah tinggi ketimbang menyelesaikan soal Matematika. Begitu
pula jika disuruh presentasi dengan menggunakan bahasa yang baku. Pasti ada
terselip logat daerah. Maka, tak heran jikalau saya mendapatkan nilai bagus pada
pelajaran Bahasa Indonesia, saya merasa amazing.
Pembaca bisa menilai sendiri kemampuan berbahasa Indonesia saya, dalam hal ini
tulisan, melalui
esai ini apakah telah sesuai
dengan struktur ketatabahasaan yang ada atau tidak.
Penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut saya hanya diterapkan ketika ada
acara resmi, pidato yang bersifat penting, pembuatan karya ilmiah, dan lain
sebagainya. Dalam proses belajar-mengajar bahasa Indonesia saja, tidak
sepenuhnya bahasa Indonesia yang digunakan baik dan benar. Mungkin hanya baik
saja (tepat penggunaannya) atau mungkin hanya benar (sesuai dengan kaidah
kebahasaan).
Apa
sebenarnya faktor-faktor yang membuat bahasa Indonesia itu sulit digunakan
secara baik dan benar? Pertama, pelajaran bahasa Indonesia menitikberatkan pada
penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam hal penulisan, bukan lisan. Kedua,
sebagian besar orang menganggap bahwa pelajaran
bahasa Indonesia itu gampang karena merupakan bahasa sendiri sehingga ogah
mempelajarinya lebih dalam. Ketiga, kebiasaan untuk berbahasa daerah sulit dihilangkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang
sedaerah, kadang bahasa daerahlah pengganti untuk bahasa Indonesia. Keempat,
adanya sifat kedinamisan bahasa membuat bahasa Indonesia cenderung banyak
mengalami perubahan disertai tujuan pasti yang tak jelas. Mungkin karena inilah
adanya istilah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Ejaan ini terus menerus
disempurnakan sampai titik yang saya tak tahu di mana bisa dikatakan
“sempurna”.
Akan
tetapi, pernahkah pembaca berpikir apakah bahasa Indonesia yang baik dan benar
bisa digunakan dalam lingkup kehidupan sehari-hari? Menurut saya tidak. Mengapa? Coba kita bayangkan, bagaimana jadinya keadaan di
pasar jika kita menggunakan bahasa baku. Mungkin saja orang-orang di pasar
menganggap kita sedang berpuisi. Begitu pula keadaan di acara formal jika kita
menggunakan “bahasa pasar”. Alangkah anehnya hidup ini.
Berdasarkan
fakta, bahasa Indonesia lebih banyak digunakan
di area perkotaan. Bahasa Indonesia belum menyebar ke berbagai pelosok daerah. Masih
banyak suku-suku yang belum familiar dengan bahasa Indonesia. Apakah ini karena
mereka yang bertempat tinggal di wilayah yang terisolir atau bahasa Indonesia
saja yang kurang gencar memengaruhi mereka? Entahlah.
Menyinggung
perihal daerah, apakah bahasa daerah menjadi batu penghalang kelancaran bahasa
Indonesia? Sekali lagi jawabannya tidak.
Bahasa daerah merupakan pewarna tersendiri dalam bahasa Indonesia. Ini
dikarenakan bangsa Indonesia bukan hanya terdiri dari satu suku, tapi terdiri
dari beratus-ratus suku lengkap dengan bahasa, adat, dan budayanya.
Dalam
kenyataannya bahasa Indonesia yang baik dan benar memang tidak bisa digunakan
untuk segala keperluan. Ragam bahasa baku tersebut hanya digunakan pada
keperluan-keperluan yang telah diuraikan sebelumnya. Selain daripada itu, maka
digunakanlah ragam bahasa non-baku. Ragam bahasa non-baku inilah yang menjadi
ragam bahasa yang kita gunakan sehari-hari.
Bertolak
dari keragaman bahasa yang dimiliki bahasa Indonesia, saya berpikir tak ada
masalahnya bila kita belum dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
hal lisan. Toh selama kita belajar bahasa Indonesia hanya tulisan saja yang
digenjot pembenarannya, seperti yang telah saya uraikan sebelumnya. Saya juga
tak memungkiri kalau saya juga belum
dapat berbahasa Indonesia sesuai EYD dalam segi lisan.
Jadi,
bagaimana cara yang dapat kita lakukan
agar menempatkan bahasa Indonesia itu sebagai
bahasa persatuan? Mudah saja, jangan lupakan bahasa Indonesia.
Sepintar-pintarnya kita berbahasa daerah atau berbahasa negara lain, harus dikuasai
juga bahasa apa yang menjadi pemersatu berbagai suku di Indonesia ini. Untuk
suku-suku yang masih asing dengan yang namanya bahasa Indonesia, diperlukan
suatu usaha yang lebih agar mereka mengetahui bahasa persatuan ini.
Saya
kemudian berandai-andai, apakah bahasa Indonesia mustahil menjadi bahasa dunia
seperti bahasa Inggris? Dan terakhir kali saya menjawab tidak, jika kita
sendiri gencar menggunakannya. Mengapa orang-orang
dari luar Indonesia tertarik mempelajari bahasa ini, sedangkan kita sendiri
tidak? Jika semua orang di Indonesia
yang berjumlah dua ratus lima puluh juta lebih jiwa menggunakan dan mencintai
bahasanya, saya yakin bahasa Indonesia pasti akan menonjol.
Berdasarkan
uraian panjang yang saya buat mengenai bahasa Indonesia, saya berkesimpulan
bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu memiliki tempat
tersendiri. Hal ini dibuktikan dengan dimilikinya dua ragam bahasa, yaitu ragam
baku dan non-baku. Ragam baku digunakan untuk keperluan yang baku, sedangkan
ragam non-baku digunakan untuk kehidupan sehari-hari agar suasana tidak jadi
kaku.
Selain
itu, bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia yang multikultural
di mana beratus-ratus bahasa daerah tersebar di pelosok Nusantara. Mustahil
akan terciptanya suatu komunikasi yang baik bila orang-orang di Indonesia
berbicara dengan menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Untuk itu, bahasa
Indonesia menjadi pemegang peranan penting kelancaran komunikasi kita, di
samping menjadi identitas bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar